"Repertoar Gandamayu" Pelajaran hidup mengenai kesetiaan, pengorbanan dan kepatuhan Perempuan

Posted : 06 Sep 2012

Djarum Apresiasi Budaya kembali menyuguhkan seni pertunjukan yang memikat dan sarat dengan nilai – nilai  historis dan filosofi yang tinggi dengan mementaskan Repertoar Gandamayu di Gedung Kesenian Jakarta pada tanggal 4 – 5 September 2012. Bekerjasama dengan Arcana Foundation, pertunjukan yang diadaptasi dari novel dengan judul sama karya Putu Fajar Arcana ini berkisah tentang kepatuhan dan kesetiaan perempuan sebagai seorang istri, ibu, dan sahabat. Kepatuhan Dewi Uma pada suaminya,

Dewa Siwa, pengorbanan Dewi Kunti untuk anaknya,  Sahadewa,  serta  kesetiaan persahabatan Dewi Durga dengan abdinya, Kalika.

Kisah ini berawal ketika Siwa yang sedang sakit dan keadaannya sangat mengkhawatirkan. Dewi Uma sebagai seorang istri yang setia dan berbakti kepada suaminya mencari tahu obat apa yang dapat menyembuhkan penyakit kekasihnya tersebut. Diketahui bahwa air susu sapi putih obatnya. Siwa meminta Uma turun ke Bumi mencari air susu sapi putih. Ternyata ini adalah akal Siwa menguji kesetiaan istrinya. Uma yang menginginkan obat penyembuh Siwa, rela tidur dengan penggembala pemilik sapi putih. Siwa menganggap Uma tidak lolos uji kesetiaan, sehingga Uma pun dikutuk menjadi Durga, dan diharuskan bersemayam di hutan Gandamayu selama 12 tahun. Walaupun akhirnya diketahui bahwa penggembala itu adalah jelmaan dari Siwa. Gandamayu sendiri, berasal dari kata Gandamayit yaitu suatu hutan bangkai berbau menyengat tempat pembuangan para dewa yang diusir karena melakukan pelanggaran.

Menurut Siwa, hanya Sahadewa sang Sudamala (penyembuh) yang mempunyai kemampuan meruwat (mengembalikan pada keadaan semula) Durga hingga kembali lagi wujudnya semula sebagai Uma. Oleh karenanya dengan sabar Durga menunggu kesempatan untuk bertemu dengan Sahadewa.  Selama masa itu pula Durga bersahabat dengan perempuan pembunuh 35 laki-laki, dan dikutuk oleh 35 keluarga bersamaan hingga menjadi seorang raksesi, yaitu Kalika.

Akhirnya kesempatan yang ditunggu Durga tiba, Dewi Kunti Ibu para Pandawa yang sedang berperang dengan Kurawa dalam perang Bharatayudha sangat khawatir dengan keadaan pasukan Pandawa yang luluh-lantak diserang terus menerus oleh pasukan Kurawa yang dibantu oleh dua raksasa sakti, yaitu Kalanjana dan Kalantaka. Dewi Kunti datang memohon pada Durga untuk membantu Pandawa memenangkan perang tersebut dengan cara mengembalikan dua raksasa tersebut ke Kahyangan.

Durga pun memanfaatkan kesempatan ini dengan mengajukan syarat yaitu anak bungsu Pandawa, Sahadewa, untuk menjadi tumbal kemenangan Pandawa. Demi mendengar syarat yang diajukan Durga, Kunti tidak merelakannya. Walaupun bukan anak kandungnya, namun Kunti sangat mencintai Sahadewa sebagaimana cinta Ibu kepada anaknya. Namun dengan segala cara, Durga berupaya untuk menjebak Sahadewa sampai akhirnya ia mengutus Kalika untuk merasuki tubuh Kunti agar membawa Sahadewa ke Gandamayu.

Setibanya Sahadewa di Gandamayu, ia bersikeras bahwa dirinya tidak mempunyai kemampuan untuk meruwat. Durga pun murka dan ingin membunuh Sahadewa. Demi mencegah amarah Durga yang kian tak terkendali dan juga tak kuat menahan rindu menggebu kepada kekasihnya, akhirnya Siwa pun turun dari kahyangan untuk meruwat Durga melalui tubuh Sahadewa.

Setelah diruwat, Uma pun pergi dan  bahkan tidak kembali pada Siwa yang telah menguji kesetiaannya. Tak hanya meninggalkan Siwa, Uma pun meninggalkan Kalika seorang diri di Gandamayu, untuk menjalani sisa hukumannya.

Disutradarai oleh Gunawan Maryanto dan Yudi Ahmad Tajudin, pertunjukan ini didukung oleh bintang – bintang dari pelbagai latar belakang baik theater, film maupun penyanyi antara lain Ine Febriyanti yang berperan sebagai Dewi Durga, Ayu Laksmi sebagai Kalika, aktor senior Landung Simatung sebagai Semar dan Rachel Saraswati sebagai Uma.

Gawean Teater Garasi Jogjakarta ini patut diacungi jempol karena mampu menerjemahkan karya klasik dalam kemasan modern tanpa kehilangan makna dan nilai – nilai universal yang terkandung didalamnya. Walaupun terinspirasi dari mitologi Kidung Sudamala yang sudah berusia ratusan tahun, namun dikemas secara apik dengan dialog – dialog yang ringan dan nakal, kostum dan instalasi yang glamour serta suguhan musik yang kontemporer.  Selain itu ambience Gedung Kesenian Jakarta yang bernuansa colonial  dan bergaya neo renaissance  turut menunjang kekhusyukan dalam menikmati pertunjukan tersebut.

Bagi penyuka situs - situs bersejarah, penggalan kisah ini juga dapat ditemukan pada relief – relief yang terdapat di Candi Sukuh, suatu kompleks Candi Hindu yang terletak di Kabupaten Karang Anyar, Jawa Tengah.

Melalui cerita ini, kita kembali diingatkan untuk selalu menghargai dan menghormati ibu, istri, dan semua perempuan. Masih banyak orang yang menyepelekan peran perempuan dalam kehidupannya karena terbiasa dengan stigma yang melekat di masyarakat.

Pementasan ini merupakan salah satu bukti komitmen dari Djarum Apresiasi Budaya dalam mendukung karya anak bangsa, serta upaya melestarikan budaya dan nilai – nilai kehidupan. Pertunjukan yang dikemas dalam balutan teater kontemporer ini merupakan ajakan bagi kita semua untuk saling menjaga kesucian dan kedamaian hati. Pertunjukan ini juga merupakan terobosan baru dalam menceritakan kembali serta menguak nilai-nilai yang terkandung dalam kisah-kisah mitologi tradisional yang kita miliki.

Dengan semakin maraknya kegiatan budaya tentunya dapat semakin meningkatkan kecintaan masyarakat terhadap kekayaan dan keragaman budaya Indonesia. Mencintai budaya adalah wujud rasa bangga dan cinta kita terhadap Indonesia. Karena yang menyatukan bangsa adalah budaya. Cinta Budaya, Cinta Indonesia.


Share to Facebook Share to Twitter Share to Google

Artikel Lainnya

Video Lainnya