"Pertunjukan Drama Tari Padusi" Percintaan, kesetiaan, dan harga diri Perempuan di Tanah Minang Tahun 2013

Posted : 10 Jul 2013

Daya Lima bersama Yayasan Bunda didukung oleh Djarum Apresiasi Budaya telah sukses menggelar sebuah pertunjukan drama tari karya Tom Ibnur, maestro tari dan juga guru besar dari ISI Padang Panjang, yang berjudul “Padusi” pada tanggal 11-12 Mei 2013 di Teater Jakarta, Taman Ismail Marzuki Jakarta.

Melibatkan 50 penari dan musisi, Tom Ibnur menampilkan tiga legenda perempuan dari Ranah Minang yang menginspirasi perempuan nasional. Percintaan, kesetiaan dan juga harga diri adalah topik dan tema cerita yang ditampilkan dalam konsep seni drama dan tari. Tom Ibnur menyebut pertunjukan ini dengan istilah “Legendra” yang merupakan kependekan dari Legenda Drama Tari.

Dalam pertunjukan Padusi tersebut, Tom Ibnur menggandeng dua nama yang dikenal selalu menghasilkan karya yang berkualitas, yakni Rama Soeprapto sebagai sutradara dan Nia Dinata sebagai penulis naskah. Tidak hanya itu, pertunjukan yang dipentaskan selama dua hari tersebut juga didukung oleh serangkaian nama-nama besar di dunia seni peran Indonesia, diantaranya Sha Ine Febriyanti, Jajang C. Noer, Niniek L. Karim, Arswendy Nasution, dan Marissa Anita. Bahkan Tom Ibnur juga mengajak para penari yang berasal dari Padang Panjang.

Pertunjukannya sendiri menceritakan tentang sosok perempuan urban Jakarta bernama Padusi. Setelah bercerai dari suaminya, tanpa dikaruniai anak, Padusi merasa bahwa ini saat yang tepat baginya untuk menjelajahi tanah kelahiran nenek moyangnya, apalagi selama hampir sepuluh tahun terakhir, ia ternyata belum bisa merasakan ‘inner happiness’. Hidup ia jalani berdasarkan keinginan orang tua dan mantan suaminya semata.

Padusi, mendapatkan pelajaran dari tiga legenda tanah kelahirannya

Terdapat tiga cerita budaya yang memberi inspirasi untuk Padusi saat ia pulang ke tanah leluhurnya. Cerita pertama adalah seorang bidadari bernama Puti Bungsu yang terpaksa menjadi manusia biasa dan menikah di bumi. Kisah kedua, Siti Jamilah, cerminan seorang perempuan yang kecewa kepada suaminya yang telah menikah lagi dengan wanita lain, sehingga ia memutuskan untuk membunuh anak & dirinya sendiri. Kisah terakhir yang diangkat yaitu tentang seorang perempuan bernama Sabai nan Aluih yang menuntut keadilan karena akan dipersunting secara paksa dengan seorang datuk tua bangka, Rajo nan Panjang.

Konsep pertunjukan “Padusi” merupakan sebuah terobosan baru dalam mengangkat kembali kisah-kisah rakyat. Penampilan para pemain dan seluruh kru panggung yang luar biasa ditambah sajian multimedia indah membuat para penonton terhanyut dalam kisah yang disajikan. Kehadiran karya ini merupakan wujud dari usaha untuk melestarikan kekayaan budaya bangsa Indonesia, hal ini tentunya patut didukung oleh semua pihak. Mencintai budaya adalah wujud rasa bangga dan cinta kita terhadap Indonesia. Karena yang menyatukan bangsa adalah budaya. Cinta Budaya, Cinta Indonesia.


Share to Facebook Share to Twitter Share to Google

Artikel Lainnya

Video Lainnya