Pembacaan Dramatik Aku Diponegoro oleh Landung Simatupang

Posted : 10 Mar 2015

Pembacaan dramatik Aku Diponegoro oleh Landung Simatupang dipentaskan pada Pameran bertajuk Aku Diponegoro : Sang Pangeran Dalam Ingatan Bangsa, Dari Raden Saleh Hingga Kini. Naskah diambil dari buku Kuasa Ramalan (2007) biografi Diponegoro dan Babad Diponegoro (1831-32) sebuah gagrak : genre puisi Jawa untuk ditembangkan yang ditulis oleh Diponegoro sendiri di Manado saat awal pengasingannya di Sulawesi.

Pagelaran ini berfokus pada kehidupan masa muda Pangeran Diponegoro (1793-1803) saat ditempa oleh eyang buyutnya, Ratu Ageng (permaisuri Hamengku Buwono I), di perkebunannya di Tegalrejo.

Pembacaan ini juga menceritakan persiapan sang pangeran untuk menggembleng diri di awal Perang Jawa dan ditutup dengan masa akhir pengasingannya di Fort Nieuw Amsterdam, Manado (1830-1833) dan Fort Rotterdam, Makassar (11 Juli 1833-8 Januari 1855).

Dalam pameran seni rupa Aku Diponegoro : Sang Pangeran Dalam Ingatan Bangsa, Dari Raden Saleh Hingga Kini, berbagai karya seni mengenai Pangeran Diponegoro dipamerkan di Galeri Nasional Indonesia lewat pameran "Aku Diponegoro" yang berlangsung pada 6 Februari-8 Maret 2015. Dikurasi oleh Dr. Werner Kraus, Jim Supangkat, dan Dr. Peter Carey, pameran ini dibagi menjadi tiga bagian, masing-masing menampilkan pendekatan tersendiri terhadap sosok Diponegoro.

Bagian pertama, Diponegoro di Mulut Sejarah Seni Indonesia: Pembentukan seorang Pahlawan, memusatkan perhatian pada karya seni Indonesia yang memiliki topik Diponegoro. Sorotan utama adalah karya Penangkapan Pangeran Diponegoro (1857) karya Raden Saleh yang baru saja direstorasi. Lukisan ini dilengkapi denga sejumlah potret (semu) Diponegoro, karya seniman Indonesia seperti Soedjono Abdullah, Basuki Abdullah, Harijadi Sumodidjojo, dan banyak lainnya. Di samping karya-karya ini, hadir pula sebuah dokumentasi foto dan video yang menjelaskan proses restorasi yang sangat teliti. Restorasi ini dikerjakan oleh GRUPPE Köln (Cologne, Jerman), dipimpin oleh Susanne Erhards.

Bagian kedua yang berjudul Diponegoro, Raden Saleh, dan Sejarah di Mata Seniman Indonesia memberikan kesempatan untuk sejumlah seniman Indonesia kontemporer, seperti Srihadi Soedarsono, Heri Dono, Nasirun, Entang Wiharso, dan banyak lainnya, untuk menyajikan pendekatan kontemporer mereka atas figur Diponegoro.

Bagian ketiga, Sisi Lain Diponegoro, berfokus pada barang-barang yang berhubungan dengan Diponegoro, seperti foto, cukil kayu, kartu remi, buku komik, poster politik, dan uang kertas. Ruang khusus Penampakan Leluhur diatur untuk memamerkan jubah putih perang sabil Diponegoro yang asli dan artefak pribadi lainnya seperti tombak pusaka dan pelana kuda. Ruang ini dianggap ruang pusaka.

Pameran bertajuk “Aku Diponegoro: Sang Pangeran dalam Ingatan Bangsa, dari Raden Saleh hingga kini” yang dihelat di Galeri Nasional Indonesia ini bertujuan untuk menghadirkan kembali ingatan akan sosok Sang Pangeran dari beragam sudut pandang: mulai dari pelukis klasik, seniman kontemporer, hingga khalayak awam. Lukisan berjudul “Penangkapan Pangeran Diponegoro”, karya legendaris Raden Saleh menjadi primadona dalam pameran ini.

 



Share to Facebook Share to Twitter Share to Google

Artikel Lainnya

Video Lainnya