Karakter Ke-Indonesiaan Bagi Pemimpin Bangsa

Posted : 11 Nov 2015

Hari ketiga Nation Building diisi dengan Talkshow dan Diskusi Kebangsaan. Topik "Karakter Ke-Indonesiaan Bagi Pemimpin Bangsa" diangkat untuk membuka pemahaman Beswan Djarum akan karakter yang perlu kita tanam sebagai generasi harapan masa depan.

Dalam era yang serba terbuka saat ini teknologi berkembang begitu cepat. Keterbukaan informasi, kebebasan mengungkapkan pendapat, berkembangnya media sosial dan juga interaksi antar budaya yang begitu masif, tanpa disadari telah membuat batas demokrasi semakin bias. Siapapun berhak dan bisa berpendapat apa saja, dengan media yang tak terbatas. Benarkah tidak terbatas? Permasalahan yang muncul pada akhirnya adalah bagaimana sebagai demos (rakyat) nantinya meneruskan kratos (pemerintahan) secara bijak dan tidak mudah terprovokasi.

Acara ini dipandu oleh praktisi jurnalis ternama, Rossiana Silalahi dengan menghadirkan 3 tokoh inspiratif dari ranah yang berbeda. Mereka adalah Ganjar Pranowo (Gubernur Jawa Tengah), Inayah Wahid (Aktivis Muda dan Direktur Eksekutif Positive Movement) serta Drs. Arif Budi Wurianto, M.Si (Pengajar Pendidikan Bahasa Indonesia dan Kepala Lembaga Kebudayaan Universitas Muhammadiyah Malang). 

Ganjar Pranowo dikenal sebagai orang nomor 1 Jawa Tengah yang begitu aktif di social media. Ia meyakini bahwa seorang pemimpin perlu membuka kanal informasi yang mendekatkan ia dengan masyarakatnya. Melalui akun twitternya @ganjarpranowo, ia menerima banyak masukan baru sebagai pemimpin. Menerima pujian, keluhan hingga cacian. Sosok karismatik ini pun begitu rajin menjawab setiap pertanyaan yang masuk. Membaca pesan tersebut, membuatnya mendengar dan mengenal masyarakatnya. "Social media memberi hal baru untuk menyelesaikan tugas yang terhambat, memberikan solusi langsung untuk rakyat. Mendekatkan dan memungkinkan masyarakat mengatasi masalah yang terhambat birokrasi pemerintahan . Meluruskan segala hal", ungkapnya.

Ganjar Pranowo menyampaikan bahwa seseorang perlu memilah informasi di tengah gencarnya arus informasi. Pernyataan ini turut diiyakan oleh Inayah Wahid. Kita perlu mengetahui data yang sebenarnya dari suatu informasi dan melakukan konfirmasi. "Setelah kita tahu setiap data dan fakta akan informasi yang dikemukakan media, disanalah kepemimpinan itu diuji", tegas Ganjar.

Inayah Wahid yang juga dikenal sebagai putri bungsu Gus Dur ini menyampaikan bagaimana awal mula dirinya merasa tergerak untuk membantu sesama sepeninggal ayahnya. Ia merasa perlu mengumpulkan nilai-nilai kepemimpinan yang dianut Gus Dur dan menjadikannya sebagai panutan selanjutnya. Ia melihat efek besar kehadiran Gus Dur di masyarakat. Ia merasa tergerak untuk melanjutkan tugas ayahnya sebagai pembawa perubahan. Inayah pun memegang teguh pemahaman untuk tidak mudah percaya pada setiap informasi yang tersebar. Tidak mudah menilai dari 1 sudut pandang. "Ada kepentingan nasional yang mesti kita jaga. Tak mudah terprovokasi arus globalisasi. Generasi muda harus punya kohesi untuk itu."

Orang seringkali menjelek-jelekkan Indonesia dan menancapkan karakter buruk sebagai olokan. Sebenarnya seperti apa karakter kita? Drs. Arif Budi Wurianto, M.Si. menjawab pertanyaan ini dengan kritis. Ia sampaikan bahwa karakter Indonesia yang perlu kita genggam adalah Pancasila. Belajar pula menggenggam nilai-nilai budaya. Dosen satu ini mengamati mahasiswa-mahasiswanya yang berhasil selama ini memiliki satu formula yang sama. Anak-anak yang berhasil adalah anak-anak yang tidak hanya mengandalkan pengetahuan dan kemampuan intelektual tapi juga mengandalkan nilai-nilai humanis. Setiap orang perlu memiliki life skill untuk meningkatkan karakter dirinya di tengah arus global. Generasi muda perlu soft skill untuk bertahan hidup dan membangun perubahan. Tidak menjadi generasi yang manja dan mudah tersinggung karena data sesat.

Ditengah munculnya isu mengenai karakter masyarakat Indonesia yang negatif, muncul pula arus kebencian karena mudahnya kita mengakses semua informasi. Drs. Arif Budi Wurianto, M.Si menyampaikan bahwa masyarakat perlu melek teknologi dan pahami literasi media. Berhenti tebarkan kebencian. Masyarakat perlu belajar mempertanggungjawabkan setiap pernyataan maupun informasi yang diunggahnya di social media. Sekecil apapun itu. "Seseorang akan dilihat kualitas dirinya dari refensi yang dibacanya. Jangan reaktif dalam menyikapi setiap informasi", tambah Rossi.

Rossi pun mengutip pernyataan yang pernah diungkapkan Hitler bahwa kebohongan yang berulang kali bisa menjadi kebenaran. "Kita seringkali terbentuk hanya karena semua orang berkata itu dan semakin orang berkata jelek, kita akan semakin percaya. Maka carilah kebenaran jangan lebih dulu mencaci", jelas Rossi. 

Beswan Djarum pun diberikan kesempatan bertanya kepada para narasumber. Acara kian semarak ketika Beswan Djarum mulai membahas kaitan erat informasi negatif dengan keadaan politik Indonesia. Gegap gempita diskusi ini pun bertambah dengan munculnya penyanyi Tulus di akhir acara.

Berbagai pemberitaan negatif seakan tak bisa kita bendung. Namun selama kita punya pijakan yang jelas untuk memposisikan diri, tak ada hal yang tidak mungkin terjadi. Justru ketika masyarakat mulai acuh, disitulah keruntuhan muncul. Tidak ada lagi orang peduli dan berpendidikan yang bertekad membangun bangsanya. Menjadi pemimpin selanjutnya dan mengisi kemerdekaan bangsa. 

Dalam perjalanan bangsa-bangsa besar di dunia, telah terbukti bahwa bangsa yang berkarakter akan lebih mudah mencapai kemajuan dan kemakmuran. Beswan Djarum sebagai insan dengan kecerdasan intelektual maupun emosional harus mampu mengenal karakter luhur kebangsaan yang terkandung dalam roh Pancasila, cerdas dalam menyikapi berbagai persoalan yang ada, dan turut andil dalam menciptakan keharmonisan negeri ini. Yuk jadi generasi yang siap membangun komunikasi baik dalam kesehariannya. Membangun pula karakter ke-Indonesiaan yang sesungguhnya!


Share to Facebook Share to Twitter Share to Google

Artikel Lainnya

Video Lainnya