Seni budaya Gaok yang hampir punah, kini kembali digaungkan oleh generasi muda!

Posted : 08 Nov 2015

Jalan Teater sebagai peraih Hibah Seni Kelola 2015 bekerja sama dengan Titimangsa Foundation dan didukung oleh Bakti Budaya Djarum Foundation sukses mementaskan teater bertajuk “NGAGOROWOKKEUN GAOK” atau yang dalam Bahasa Indonesia artinya Meneriakkan Gaok, pada tanggal 6 – 7 November 2015 di Universitas Pendidikan Indonesia Jl. Dr. Setiabudhi no 229 Bandung.

Cerita bermula dari adegan sayembara adu sakti yang ditujukan untuk mencari pasangannya Simbar Kancana. Pemenangnya adalah Palembang Gunung. Setelah menikah, Palembang Gunung berkhianat, ia melakukan upaya pembunuhan terhadap Raja Talaga Manggung melalui Centang Barang seorang penjaga benda pusaka kerajaan. Centang Barang yang sudah termakan bujuk rayupun membunuh Raja dengan senjata bernama “Cis”, senjata pusaka Raja.

Kejadian tersebut membuat kerajaan bersedih. Palembang Gunung mengumumkan bahwa yang membunuh Raja adalah Centang Barang.  Centang Barang pun lari ketika dirinya hendak ditangkap. Tak lama kemudian misteri yang sebenarnya terungkap, bahwa otak pembunuhan adalah Palembang Gunung. Akhirnya Simbar Kancana bersiasat untuk menjebak Palembang Gunung. Jebakan itu berhasil, dibunuhlah Palembang Gunung oleh Simbar Kancana. Simbar Kancana pun memimpin kerajaan dan menikah lagi dengan pejabat kerajaan Galuh, seorang pangeran yang menolong Simbar Kancana ketika menangkap Centang Barang.  

Gaok adalah kesenian membaca atau menyanyikan wawacan dari Majalengka, Jawa Barat yang hampir punah. Memasuki tahun 2000-an, Gaok sudah jarang dipentaskan. Masyarakat tak lagi menganggap Gaok sebagai sebuah kesenian yang. Selain itu, para penutur Gaok sudah banyak yang meninggal, sebagian masih hidup tetapi sudah tidak aktif lagi karena faktor usia yang sudah sangat tua, berusia 70 tahun lebih. Di desa Kulur, tempat Gaok berkembang, penuturnya hanya tinggal satu orang lagi, yaitu Abah Rukmin. “Generasi muda sekarang tidak ada yang memiliki keinginan untuk melanjutkan. Selain itu anak muda juga mengaku tidak bisa mempelajari Gaok karena susah.” seperti dikutip dari Abah Rukmin, sang dalang Gaok.

Pementasan ini berupaya untuk memperkenalkan Gaok kepada masyarakat Jawa Barat dan mengaktualisasikan kembali fungsinya sebagai kesenian yang partisipatif. Metode peran berupa Ngilo, Ngajual, Meuli, dan Naekeun yang menempatkan pemain dan penonton sebagai unsur pembangun pementasan, memungkinkan kesenian ini menjadi mudah dipahami. Teater sebagai sebuah bingkai dapat menciptakan transmisi dan transformasi kesenian Gaok pada masyarakat.

Semoga kegiatan ini mampu memberikan inspirasi kepada masyarakat terutama generasi muda untuk terus berkarya serta meningkatkan rasa cinta dan kebanggaan sebagai bangsa Indonesia. Mencintai budaya adalah wujud rasa bangga dan cinta kita terhadap Indonesia, karena yang menyatukan bangsa adalah budaya. Cinta Budaya, Cinta Indonesia.


Share to Facebook Share to Twitter Share to Google

Artikel Lainnya

Video Lainnya