Cerita Perjalanan Rombongan Mak Jogi Cerminan Keadaan Indonesia Saat Ini

Posted : 27 Jul 2011

Akar Melayu “MAK JOGI” (Hikayat Jenaka Untuk Indonesia) yang dipentaskan di Graha Bhakti Budaya, Taman Ismail Marzuki, Jakarta, Selasa (26/7/2011) dan Rabu (27/7/2011) , merupakan ekspresi kebudayaan yang mengandung ide-ide estetis, yang Djarum Apresiasi Budaya ketengahkan melalui olahan tim kreatif Butet Kertaradjasa, Agus Noor, Djaduk Ferianto dan Tom Ibnur.

Kebudayaan Melayu  merupakan cikal bakal terlahirnya masyarakat Indonesia yang berbudaya. Budaya bukan hanya dalam konteks kesenian – sastra, tari dan musik – tapi juga mencakup busana, bahasa, hingga pandangan hidup.  Nilai-nilai filosofi yang menjadi pandangan dan pedoman hidup yang menyuarakan nilai-nilai kebenaran budaya Melayu biasanya disampaikan dalam bentuk hikayat-hikayat. 

“Kami mendukung kegiatan ini agar dapat mensosialisasikan kebudayaan melayu pada masyarakat awam. Semoga ini menjadi suguhan unik dan menghibur karena terdapat campur tangan dingin sutradara & koreografer ternama di Indonesia. Selain itu kita juga akan disuguhkan busana-busana unik melayu karya Samuel Watimena .” ujar Renitasari, Program Director Bakti Budaya Djarum Foundation.

Butet Kartaredjasa selaku kepala suku tim kreatif “Indonesia Kita” mengaku bahwa dirinya banyak mendapat pertanyaan, apakah lakon kali ini lucu. Wajar saya pertanyaan demikian terlontar, karena sejak 'Laskar Dagelan' program ini memang dikemas sebagai pergelaran yang mengundak gelak tawa, dengan para pemain dari kalangan komedian. Dan pertanyaan tersebut dijawab dengan diplomatis oleh Butet, bahwa untuk memahami Indonesia tidak harus selalu dengan cara yang lucu. Namun, kenyataannya, 'Mak Jogi' justru --mungkin di luar dugaan banyak penonton-- menampilkan kelucuan yang maksimal, tanpa meninggalkan keutuhan dan keindahan sebuah pementasan yang memadukan antara musik, tari dan lagu

Setelah dibuka dengan tarian Sekapur Sirih dari Deli dengan gerakan Melayu dalam rentak dan irama asli, panggung ini memadukan seni teater rakyat Makyong dari Riau Kepulauan, serta rentak tari Mainang Dua, Joget yang dinamis, Zapin Riau yang lincah dan Jepin Lembut dari Sambas ditambah racikan musik Melayu yang diharmonisasi dengan musik Minang.

Pertunjukan yang didukung oleh para seniman seperti Tom Ibnur (penari, pengajar utama IKJ dan STSIPadang Panjang), Hendry Lamiri (violinis), Ramon Damora dan Hasan Aspahani (penyair), Effendi Ghazali (pakar komunikasi politik, program TV "Republik Mimpi"), serta Agus PM Toh (pendongeng), pertunjukan yang berdurasi 2,5 jam ini memikat penonton di Graha Bakti Budaya, Taman Ismail Marzuki.                                                                                                  

Jiwa dari cerita perjalanan rombongan Mak Jogi dari negeri  Sepancungan Daun untuk mengumpulkan air dari tujuh muara di berbagai tanah di Nusantara ini dengan gamblang menyindir keadaan Indonesia saat ini. Berbagai kritik sosial disampaikan lewat pantun dan syair jenaka sehingga berhasil memancing tawa dan tepuk tangan nyaris tak henti-henti

'Mak Jogi' berkisah tentang Mak Jogi, seorang penari kerajaan yang dipilih oleh raja menjadi anggota tim yang diutus untuk mencari Air Tujuh Muara. Pencarian itu didorong oleh mimpi sang raja. Maka berangkat Mak Jogi dan timnya ke tempat-tempat di seluruh Nusantara. Salah satunya, mereka menyambangi Candi Dieng dan bertemu dengan penjaganya, Nyi Towok.

Dibingkai dengan penuturan seorang tukang cerita, yang diperankan oleh Agus Nur Amal alias PM Toh, seorang tukang kisah dari Aceh. Layaknya 3 pertunjukan Indonesia Kita sebelumnya, unsur-unsur pementasan tidak dibatasi pada tema yang sedang diangkat. 'Mak Jogi' yang serba Melayu, diramu dengan lawakan-lawakan gaya Jawa, lewat antara lain tokoh asisten tukang cerita yang diperankan Gareng Rakasiwi dari Yogyakarta.

Berhias lagu-lagu Melayu, termasuk 'Laksmana Raja di Laut' yang sangat populer, dengan lawakan yang pas, dan kostum yang diperhatikan dengan serius, 'Mak Jogi' menjadi pertunjukan terbaik dari rangkaian program Indonesia Kita sejauh ini, setelah 'Laskar Dagelan'. 


Share to Facebook Share to Twitter Share to Google

Artikel Lainnya

Video Lainnya