Pertunjukan Teater Koma Berjudul Opera Ikan Asin, Ketika Bandit Jadi Pahlawan

Posted : 05 Mar 2017

Bakti Budaya Djarum Foundation kembali mendukung pertunjukan Teater Koma. Kali ini dalam produksinya yang ke-147 serta dalam rangka merayakan hari jadi ke-40 yang jatuh pada 1 Maret 2017. Lakon Opera Ikan Asin digelar di Ciputra Artpreneur, Lotte Shopping Avenue selama 4 hari mulai dari tanggal 2 hingga 5 Maret 2017.

“Hari ini, genap 40 tahun sudah usia Teater Koma, tak terasa berbagai suka dan duka telah kami lalui. Lakon Opera Ikan Asin kali ini pun terlaksana berkat adanya kerja sama dan bantuan dari semua pihak, khususnya Bakti Budaya Djarum Foundation yang senantiasa mendukung perjalanan kami. Ucapan terima kasih dan syukur juga diucapkan kepada para pemain dan pekerja yang telah menunjukan semangat dan dedikasinya selama 3 bulan proses latihan. Apa yang tersaji di panggung adalah hasil kerja keras mereka. Tema pementasan Opera Ikan Asin, juga terasa tepat dengan apa yang terjadi sekarang ini. Semoga melalui lakon yang kami bawakan ini, penonton dapat mengambil makna dan pesan moral tersirat yang berusaha kami sampaikan,” ujar Ratna Riantiarno, Pimpinan Produksi Teater Koma.

Teater Koma pertama kali mementaskan lakon ini pada 30 Juli hingga 8 Agustus 1983 di Teater Tertutup Taman Ismail Marzuki. Dipentaskan lagi pada 20-21 Agustus 1983 di Graha Bhakti Budaya, Taman Ismail Marzuki. Di tahun 1999, Teater Koma menampilkan lakon ini di Graha Bhakti Budaya di tanggal 10-24 April 1999.

Pementasan yang disadur dari lakon The Beggar’s Opera karya John Gay dan musik J.C. Pepusch yang dipentaskan tahun 1728 di London, lakon Die Dreigroschenoper atau The Threepenny Opera karya Bertolt Brecht dengan komposisi musik dari Kurt Weill dipentaskan pertama kali di Theater am Schiffbauerdam, Berlin pada 31 Agustus 1928. Lakon inilah yang kemudian disadur oleh N. Riantiarno. Judulnya pun menjadi Opera Ikan Asin, sedangkan latar peristiwa, London sekitar abad ke-19, dipindahkan ke Batavia abad ke-20, jaman Hindia Belanda.

Opera Ikan Asin bercerita tentang Si Raja Bandit Batavia, Mekhit alias Mat Piso menikahi Poli Picum tanpa seijin Ayahnya, Natasasmita Picum, juragan pengemis se-Batavia. Picum mengancam Kartamarma, asisten kepala Polisi Batavia yang juga sahabat Mekhit, bahwa para pengemisnya akan mengacaukan upacara penobatan Gubernur Jendral yang baru. Terpaksa Mekhit ditangkap, dia akan digantung tepat saat upacara penobatan, tapi saat tali menjerat leher, datang surat keputusan dari Gubernur Jendral yang isinya membebaskan Mat Pisau dari segara tuduhan.

“Inilah lakon tentang sebuah era yang penuh ketidakjelasan. Raja Bandit dijadikan pahlawan oleh masyarakat. Para petinggi hukum bersahabat dengan para penjahat kakap, sogok-menyogok adalah sebuah kewajaran. Hukum pun bisa disandera oleh pihak-pihak yang memiliki kepentingan pribadi. Jaman dimana titah penguasa tertinggi memutar balik keputusan pengadilan. Naskah ini akan ditampilkan sama seperti naskah yang asli, komposisi musik karya Kurt Weill yang terkenal dalam lakon 'The Threepenny Opera' pun tidak dirubah, hanya diaransemen kembali oleh Fero,” ujar Nano Riantiarno, sutradara pementasan Opera Ikan Asin.

Pementasan Opera Ikan Asin kali ini menampilkan Budi Ros, Cornelia Agatha, Sari Madjid Prianggoro, Alex Fatahillah, Asmin Timbil, Raheli Dharmawan, Budi Suryadi, Daisy Lantang, Ratna Ully, Naomi Lumban Gaol, Suntea Sisca, Dana Hassan, Ariffano Marshall, Allen Guntara, Sir Ilham Jambak, Julung Ramadan, Bangkit Sanjaya, Bayu Dharmawan Saleh, Adri Prasetyo, Sekar Dewantari, Netta Kusumah Dewi, Joind Byuwinanda dan Rangga Riantiarno.

Para pemain tersebut dibalut dengan keindahan kostum dari Samuel Wattimena, koreografi oleh Ratna Ully dan bimbingan vokal dari Naomi Lumban Gaol serta tata rias garapan Sena Sukarya dan PAC Martha Tilaar memperkuat aksi pemain. Lirik-lirik gubahan N. Riantiarno disertai komposisi musik Kurt Weill dengan aransemen garapan Fero Aldiansya Stefanus semakin menghiasi lakon ini. Tata artistik dan tata cahaya panggung digarap oleh Taufan S. Chandranegara, didukung oleh Pimpinan Panggung Sari Madjid Prianggoro, pengarah teknik Tinton Prianggoro serta pimpinan produksi Ratna Riantiarno, di bawah arahan co-sutradara Ohan Adiputra dan Sutradara N. Riantiarno.

“Teater Koma terus berproses kreatif tiada henti, karya demi karya mengalir sangat produktif. Konsistensi yang dilakukan menjadi inspirasi bagi kita untuk terus melakukan eksplorasi gagasan dalam menghasilkan karya-karya kreatif. Teater Koma juga berhasil dalam regenerasi anggota yang merupakan kunci utama keberlangsungan sebuah komunitas. Diharapkan para penonton yang menyaksikan lakon ini dapat turut terinspirasi oleh semangat dan dedikasi Teater Koma dalam melestarikan dan meningkatkan kecintaan masyarakat terhadap seni pertunjukan Indonesia,” ujar Renitasari Adrian, Program Director Bakti Budaya Djarum Foundation.

Selain mendukung pertunjukan, Bakti Budaya Djarum Foundation juga berpartisipasi dalam program apresiasi seni pertunjukan Teater Koma, yaitu sebuah program yang bertujuan untuk mengajak 200 pekerja seni teater, guru, dan mahasiswa di Jakarta untuk menonton pertunjukan Teater Koma. Program ini diharapkan memberikan ruang apresiasi bagi masyarakat terutama yang belum pernah menonton karya Teater Koma sebelumnya, sehingga mereka menemukan referensi mengenai sajian artistik serta konsep dramaturgi yang detil dari karya Teater Koma.

Semoga kegiatan ini mampu memberikan inspirasi kepada masyarakat terutama generasi muda untuk terus berkarya serta meningkatkan rasa cinta dan kebanggaan sebagai bangsa Indonesia. Mencintai budaya adalah wujud rasa bangga dan cinta kita terhadap Indonesia, karena yang menyatukan bangsa adalah budaya. Cinta Budaya, Cinta Indonesia.


Share to Facebook Share to Twitter Share to Google

Artikel Lainnya

Video Lainnya