Menumbuhkan Resiliensi Pebulu Tangkis sejak Dini - Kompas.id


Posted : 12 Jan 2024

Resiliensi atau daya lenting menjadi bekal pebulu tangkis menggapai impian juara di lapangan dan di kehidupan.

Seorang pebulu tangkis tidak cukup hanya memiliki kemampuan fisik dan teknik untuk menorehkan prestasi dan meraih mimpi. Pebulu tangkis juga perlu memiliki resiliensi atau kemampuan beradaptasi dan tetap teguh dalam situasi sulit. Dengan bekal itu, mereka tak hanya akan menggapai juara di lapangan, tetapi juga di kehidupan.

Hafizah Hasanah Zahra (10) merasakan tempaan paling berat ketika mencoba permainan jembatan dua tali (two rope bridge) di hutan pinus di Lembang, Jawa Barat, Kamis (11/1/2024). Peserta mancakrida (outbound) PB Djarum ini menyeberangi jurang sedalam 70 meter menggunakan dua tali. Hafizah menggunakan satu tali untuk berpijak, tali lainnya untuk berpegangan.

Setelah sampai di ujung jembatan, Hafizah menangis. Atlet asal Makassar, Sulawesi Selatan, ini lega berhasil melewati tali yang terbentang sepanjang 30 meter itu. Kendati badan Hafizah diikat pengaman, kepanikan dan ketakutan terus menyergapnya sepanjang jalan. Sebab, fasilitator outbound menggoyang-goyang tali sehingga membuat peserta rentan jatuh. Apalagi, air hujan membuat tali lebih licin.

”Enggak apa-apa. Sudah bisa lewat, enggak jatuh. Kamu hebat!” kata Jane Maira Faiza (14), atlet PB Djarum lainnya, yang langsung memeluk Hafizah.

Jembatan dua tali merupakan satu dari sembilan permainan yang harus diselesaikan 85 peserta mancakrida PB Djarum. Permainan yang dilakoni para peserta berusia di bawah 17 tahun ini dirancang menjadi dua simulasi yang paling menantang. Simulasi lain ialah sky run atau berjalan meniti balok besi di atas ketinggian 10 meter.

Tantangan dari jembatan dua tali ialah guncangan yang merupakan analogi untuk kesulitan dan cobaan ketika seseorang hendak menggapai sesuatu. Saat jalur dan langkah mencapai tujuan sudah jelas, guncangan akan menyulitkan seseorang.

”Ketika sudah berani melangkah, apakah berani berjalan terus sampai akhir? Bagi mereka yang terpeleset dan menggantung, apakah akan pasrah dalam posisi itu atau bangkit dan melanjutkan perjalanan? Daya juang dan kemampuan mereka bertahan diuji dalam permainan ini,” kata Direktur tempat pelatihan Zone 235, Ronny Aprilyanto.

Saat mencoba jembatan dua tali untuk kali kedua, Hafizah merasa ketakutannya lebih berkurang. Peraih runner up dalam beberapa kejuaraan, termasuk Sirkuit Nasional B Riau 2023 nomor tunggal usia dini putri, ini belajar dari pengalaman pertamanya.

Meski sempat merasa takut dalam beberapa permainan dan tersiksa karena hawa dingin Lembang, Hafizah tetap merasa senang mengikuti outbound. Atlet yang mengidolakan pebulu tangkis Jepang, Akane Yamaguchi, ini juga antusias menyelesaikan outbound yang berlangsung empat hari sejak Rabu (10/1/2024).

”Senang soalnya kayak liburan. Kakak-kakak juga selalu kasih semangat dan bantu aku kalau aku lagi takut, jadi aku belajar buat lebih berani,” ujar atlet yang baru bergabung PB Djarum pada 2023 ini.

Psikolog yang mengamati Hafizah dan teman sekelompoknya, Feny Citra, menuturkan, sebagian besar peserta telah menunjukkan daya tahan dan kematangan secara emosional. Kematangan itu dapat terlihat ketika mereka mendapatkan kesempatan untuk memperlihatkan emosinya. Permainan-permainan yang tersaji dalam outbound menjadi ruang untuk itu.

Hafizah, misalnya, menangis untuk menunjukkan kesedihan dan ketakutannya. Namun, setelah itu, ia mampu meregulasi emosinya tersebut. Menurut Feny, Hafizah sudah tahu apa yang perlu dilakukan ketika takut dan sedih saat menghadapi situasi sulit.

Kematangan ini akan menjadi bekal ketika mereka suatu saat menemui situasi yang menantang di kehidupan nyata. Ini menjadi langkah awal menciptakan resiliensi atau daya lenting yang penting dimiliki seseorang.

”Kematangan ini akan menjadi bekal ketika mereka suatu saat menemui situasi yang menantang di kehidupan nyata. Ini menjadi langkah awal menciptakan resiliensi atau daya lenting yang penting dimiliki seseorang,” ucap Feny, psikolog dari Pusat Inovasi Psikologi Universitas Padjadjaran.

Membentuk karakter juara
Feny dan 18 psikolog lainnya dilibatkan PB Djarum dalam upaya untuk mengetahui gambaran psikologis atlet. Sebelumnya, hanya pelatih PB Djarum yang bertugas mengamati perilaku atlet saat outbound. Kali ini, keduanya sama-sama memperhatikan setiap tingkah laku atlet.

Adapun para psikolog mengamati peserta lebih intensif lantaran menempel ke setiap kelompok. Para psikolog mengikuti dan mencatat hasil observasi ketika para atlet menjalani permainan. Mereka melihat aspek kedisiplinan, tanggung jawab, stabilitas emosi, resiliensi, daya tahan terhadap tekanan, dan kerja sama para pebulu tangkis belia ini.

Hasil observasi kemudian diberikan kepada PB Djarum untuk menjadi pegangan pelatih. Dengan mengetahui gambaran psikologis atletnya, pelatih bisa lebih mengenal karakteristik sehingga memudahkan dalam pengembangan kemampuan.

Pelatih PB Djarum, Ade Lukas, mengatakan, pengetahuan akan kondisi psikologis atlet penting bagi pelatih untuk mengeluarkan performa terbaik anak asuhannya. Sebab, pelatih dapat membuat strategi dan program latihan yang cocok untuk atlet. Adapun atlet bisa berlatih dengan nyaman sehingga terdorong untuk mengeluarkan kemampuan maksimal.

”Saya juga berharap mereka memiliki mental juara. Memang tidak instan terbentuk, tetapi setidaknya mereka lebih belajar soal daya juang, disiplin, dan kerja keras untuk menjadi juara,” ujar Lukas.

Ketua PB Djarum Yoppy Rosimin menyampaikan, pelibatan psikolog dalam outbound keempat PB Djarum sejak 2011 ini merupakan terobosan mereka agar meningkatkan kualitas pembinaan. Konsep pelatihan tidak dapat hanya menekankan aspek fisik dan teknik. Penting pula untuk menggunakan ilmu psikologi dan beragam ilmu keolahragaan.

Adapun outbound ditujukan untuk menempa mental juara para atlet, selain sebagai wahana berlibur mereka. Muaranya ialah peningkatan prestasi di atas lapangan. Maka, tak heran semboyan Olimpiade, yakni Citius, Altius, Fortius, dapat ditemukan di setiap area permainan.

Yoppy mengatakan, PB Djarum sengaja memajang moto itu agar atlet terinspirasi untuk mengejar prestasi tertinggi, yakni Olimpiade. Selepas outbound, atlet juga diharapkan menjadi pribadi sesuai arti dari moto yang berbahasa Latin tersebut, yaitu ”Lebih Cepat, Lebih Tinggi, Lebih Kuat”.

Namun, seperti kata Lukas, Yoppy juga menekankan bahwa hasil penempaan karakter di outbound tidak akan bisa dilihat langsung. Terlebih, outbound hanya tahapan awal untuk membentuk karakter yang diinginkan. Mentalitas juara juga baru akan terlihat ketika para atlet menemui tantangan sesungguhnya setelah outbound berakhir.

”Pembentukan karakter ini tak semata-mata agar atlet menjadi juara di lapangan. Mentalitas yang bagus juga akan berguna agar mereka menjadi juara di kehidupan,” kata Yoppy.

Ketahanan mental akan melengkapi kemampuan fisik dan teknik pebulu tangkis. Di luar itu, mentalitas yang kuat menjadi bekal pebulu tangkis untuk sukses sebagai seorang atlet dan seorang manusia.

Source: https://www.kompas.id/baca/olahraga/2024/01/12/menumbuhkan-resiliensi-pebulu-tangkis-sejak-dini?open_from=Section_Terbaru

Share to Facebook Share to Twitter Share to Google

Artikel Lainnya